kota yang ia datangi tiba-tiba menjadi kota yang penuh pintu. orang-orang datang dan pergi bagai arus air deras: menghalanginya. ia berputar sendirian di tengah pusara air deras yang datang dan pergi dari pintu-pintu yang serupa. pintu kedatang adalah juga pintu kepergian.
hotel-hotel megah menjadi pintu-pintu. pantai yang sepi menjadi pintu-pintu. pasar, sekolah dan kampus menjadi pintu-pintu. bandara, stasiun dan terminal menjadi air manusia-manusia baru. manusia asing, manusia baru, datang dan pergi lewat pintu.
ia tersesat sendirian di tengah arus manusia-manusia
jalan aspal menjadi pintu, kantor-kantor menjadi pintu, rumah ibadah manjadi pintu. pesta-pesta kebudayaan jadi pintu. nyanyian dan tarian membuka pintu-pintu. angin dan hujan juga jadi pintu-pintu.
ia ingin melawan kutukan kehilangan kunci, ia ingin mencari atau membuat pintu. ia ingin mengunci rapat-rapat semua pintu dan membiarkan kota jadi hening. membakar dan menenggelamkannya ke dasar sunyi abadi. tapi ia tak pernah tahu, kunci-kunci hanya dipegang beberapa orang: tuan rumah dan tamu asing yang kaya-raya.
jogjakarta, maret 2014