Sebentar lagi kalender menggugurkan tanggal-tanggalnya
sebentar lagi, aku yang menunggu
barangkali akan pergi
dengan pejalan berikutnya
Arsip Kategori: Puisi
Menyeberangi tiga samudera ia meninggalkanmu
Menyeberangi tiga samudera ia meninggalkanmu
Menyeberangi awan yang serupa kapas
ia pergi meninggalkanmu
Usia menua
Bisa saja ia lupa
Bumi menua
Tuhan tidak selalu
meberikan senyum pada nasibmu
Tiga samudera ia pergi
dan barangkali melupakanmu
Usia menua dan kau tak pernah tahu,
barangkali ia mencoba menghapus bekas pelukanmu
di dadanya
November 2015
Ingatan Padamu
Ingatanku padamu,
derak roda kereta bersama ratusan dengkur penumpangnya.
Perjalanan jauh kita berdua.
Oleng bus ngebut antarkota bersama supir mengantuknya.
Sepiku, dingin ruangan pesawat udara,
ramai ruang tunggu terminal, stasiun, halte,
orang-orang menunduk menekuni layar ponsel mereka.
Jakarta, Juni 2015
Jika suatu saat kau ingin melupakanku
Jika suatu saat kau ingin melupakanku
ingatlah sesuatu yang pernah kuberikan padamu
sesuatu yang tak akan pernah kusebut
bahkan dalam puisiku ini
Jika suatu saat kau ingin melupakanku
maka sesungguhnya kau pun tahu
aku tak akan pernah bisa melakukan yang sama
sebab setiap punggung yang membelakangiku, menjauh dariku
selalu menjadi dirimu
masuk dalam kepalaku
Dan
jika suatu saat kau benar-benar telah melupakanku
akan kubiarkan matamu–mata dalam kepalaku itu
menatapku selalu
menatap mataku yang selalu berair
mengalirkan derita dari ulu hatiku
Jogjakarta, Agustus 2014
seorang lelaki, pintu dan kunci kota-kota
kota yang ia datangi tiba-tiba menjadi kota yang penuh pintu. orang-orang datang dan pergi bagai arus air deras: menghalanginya. ia berputar sendirian di tengah pusara air deras yang datang dan pergi dari pintu-pintu yang serupa. pintu kedatang adalah juga pintu kepergian.
hotel-hotel megah menjadi pintu-pintu. pantai yang sepi menjadi pintu-pintu. pasar, sekolah dan kampus menjadi pintu-pintu. bandara, stasiun dan terminal menjadi air manusia-manusia baru. manusia asing, manusia baru, datang dan pergi lewat pintu.
ia tersesat sendirian di tengah arus manusia-manusia
jalan aspal menjadi pintu, kantor-kantor menjadi pintu, rumah ibadah manjadi pintu. pesta-pesta kebudayaan jadi pintu. nyanyian dan tarian membuka pintu-pintu. angin dan hujan juga jadi pintu-pintu.
ia ingin melawan kutukan kehilangan kunci, ia ingin mencari atau membuat pintu. ia ingin mengunci rapat-rapat semua pintu dan membiarkan kota jadi hening. membakar dan menenggelamkannya ke dasar sunyi abadi. tapi ia tak pernah tahu, kunci-kunci hanya dipegang beberapa orang: tuan rumah dan tamu asing yang kaya-raya.
jogjakarta, maret 2014
Tidak Ditemukan Bidang.pesawat-pesawat dari kepalamu
pesawat-pesawat beterbangan keluar dari kepalamu
menembus awan-awan
dan membuat menggigil ingatanku akanmu
rambut-rambutku, landasan yang terbakar
ingatan menyala-nyala mencari jalan pergi,
mencari sisa-sisa jejak yang kau tinggalkan
dalam kepala yang panas,
mendung datang dan hujan segera menderas
begitu cepat segalanya berubah, kekasihku
kedatangan dan kepergian yang seolah menjadi biasa bagi hidup kita
kita dihadapkan pada seteru-seteru
yang selalu saja gagal mengurai banyak kisah gelisah
kita ingin tidur lelap bersama
tapi hantu-hantu masalalu sering datang membangunkan tidurmu
lalu di tengah malam yang gerah
bersama segala rasa yang ingin aku berikan
kusiapkan segelas air putih untuk jiwamu yang dahaga
tidurlah kembali kekasihku
mari bermimpi tentang bintang-bintang yang menghiasi langit-langit kamar kita
Jogjakrta, Maret 2013